Kalo mo jalan-jalan ke Bromo naik motor, saran saya…. Jangan pakai
motor matic. Bisa-bisa, motor Anda turun mesin sepulang dari sana. Hihihi…
persiapan Pemberangkatan |
Well, sebenarnya sudah lama saya ingin posting pengalaman saya touring ke Bromo ini. Tapi, yaaaaaa… Baru mood sekarang-sekarang ini. Jadi, baca dan
simak aja ya… Siapa tahu bisa jadi rujukan kalo mau touring naik motor dari Jember ke Gunung Bromo
.
Jujur saja, ini adalah pengalaman ketiga saya menuju Gunung yang kata orang eksotis
itu. Memang benar kata orang orang klo ke bromo gak bakalan Bosan apalagi
garing . saya mendapatkan banyak cara
menuju Gunung Bromo. Salah
satu jalur yang juga menjadi anjuran dari teman yang sudah berulang kali kesana
adalah lewat Lumajang kemudian menuju Kabupaten Probolinggo Alasannya karena jalurnya lebih ‘jinak’ dan
karena saya berangkat berdua sama si Adi Umar . yang laennya udah berangkat
lebih pagi.... Hihihi…
Hmmmm…Let’s
start the adventure…!
Sabtu, 29 Juni 2013. Kita berdua berangkat pukul 15.00 Dari rumah, saya mengenakan jaket, masker, dan
membawa ransel yang berisi beberapa kaos, sarung tangan, charger, dan sleeping
bag. Perbekalan itu, saya rasa cukup untuk menghalau hawa dingin di
Bromo. Dengan mengucap basmalah, do’a keluar rumah, do’a naik kendaraan, dan
tak lupa motor diisi Full Bensine
Jalan ke Penanjakan |
Perjalanan agak menyesakkan dada; udara yang panas, monoton, dan
lalin yang lumayan padat. Pukul 14.00 saya memutuskan untuk beristirahat sambil
mencari pelepas dahaga di sebuah minimarket retail di daerah Probolinggo Memakan makanan ringan, meminum sebotol
minuman vitamin, sambil meluruskan kaki, itu yang saya lakukan. Sekira 15 menit
kemudian, saya bawa sepeda perjuangan kembali melaju di jalanan.
Sekitar setengah jam berikutnya, saya menemukan petunjuk jalan ke
arah kanan bertuliskan “Wisata Bromo”. Ada perasaan lega bercampur haruecieeeeeee menelisik di dalam dada. Bromoooo..
Finally, I come…
Makan gak makan asal kumpul... kelaparan tengah malam |
Jam yang melingkar di tangan saya menunjukkan angka 17.00 saat Sepeda Perjuangan membelok ke arah itu. Jalanan yang tadinya padat berubah jadi sangat
lengang. Jarang sekali kendaraan yang lewat. Merasa sanksi dengan pilihan jalur
tersebut, saya berhenti di depan sebuah rumah untuk bertanya apakah jalur yang
saya ambil benar-benar menuju ke Gunung Bromo. Dan pria berbadan tambun yang
saya temui disana mengatakan, “Iya, benar. Ikuti saja jalan ini.” Mendengar
jawaban itu, hati saya lega seketika.
kamipun melaju melanjutkan perjalanan.
Jalan yang kami lewati semakin lama semakin menanjak. Gigi 2 yang
saya pakai tidak mampu mengalahkan tajamnya tanjakan. Sesuatu banget saat sepeda perjuangan mulai meraung mbrebet minta ganti persneling. Antara
khawatir dan yakin bahwa si Jingga tak mampu menaklukkan tajamnya tanjakan,
saya tetap menggeber si Jingga untuk terus berjalan. Mulut ini tak henti
berdzikir untuk menenangkan hati yang bimbang.
Suasana Di cemoro lawang |
Alam pemandangan pun semakin lama tersaji semakin indah. Kabut
yang mulai turun membuat view yang tertangkap oleh mata juga semakin
menawan. Saya agak heran dengan ladang yang dibuat penduduk desa. Lereng yang
tajam sekali pun bisa ditanami. Otak saya berputar memikirkan bagaimana cara
mereka bercocok tanam dengan lahan yang demikian curam? Koq gak
gelundung, ya? Hmmm… Entahlah…
Hawa dingin ikut-ikutan semakin menusuk tulang. Jemari saya seakan
membeku merasakan suhu udara di sekitar. Tiba di Desa Sukapura, saya ditawari
penginapan oleh orang-orang di pinggir jalan. Mereka menawarkan harga sewa
kamar semalam sebesar Rp 100.000. Kalau naik lagi, belum tentu dapat penginapan
disana. Karena menurut mereka malam ini ramai sekali tamu yang datang.
Ok… Saya terima informasi itu. Tapi saya tak suka ‘berhenti
sebelum mencoba.’ Maka saya ajak sepeda perjuangan untuk melaju lebih keatas lagi.
Dalam pikiran saya, kalau tak dapat penginapan diatas, saya akan turun sampai
Desa terdekat. Apa susahnya..?
Pukul 18.30 an, saya tiba di loket masuk obyek wisata Gunung
Bromo. Satu motor dengan satu penumpang plus asuransi, dihargai kalau tidak
salah Rp 18.000.
Hawa dingin, perasaan cemas, khawatir, capek, semuanya terbayar
saat saya menyaksikan sunset dari atas Bromo. Subhanallaah… Indaaaaaah… Tapi saya lupa mengambil foto
karena terlalu kagum dengan keindahan alamnya.
Sunsite mataharinya mau bobok |
Tak lama kemudian matahari sudah tak lagi terlihat, tapi saya
sedikitpun tak mendengar suara Adzan isyak disana. Hmmm… Saya ingat bahwa mayoritas
penduduknya beragama Hindu. Pantas saja, tak ada musholla apalagi masjid yang
mengumandangkan Adzan. Sebab itu juga lah, saya putuskan untuk segera mencari Musholla agar segera melaksanakan Sholat. dan musholla tersebut ku temui di Hotel disekitar Cemoro Lawang.
Nah, saat saya akan beranjak dari tempat saya menyaksikan sunset,
saya dihampiri oleh seorang penjual topi yang -maaf- bermata strabismus. Dia
menawarkan kamar dengan harga Rp 150.000 kepada saya. Dengan beberapa
pertimbangan, saya tidak menghiraukan tawaran tersebut. Karena teman teman kami
sudah menunggu berjam jam untuk menunngu kedatangan kami....
Hari sudah mulai gelap gulita tidak ada suara kendaraan yang
menyalip maupun yang melewati rute yang kami tempuh Dengan modal nekat kami
turun untuk menuju gurun pasir safana yang begitu amat sangad luas... begitu
sampai du gurun pasir kami tidak menemukan camp tempat teman teman kami
mendirikan tenda sehingga kami tersesat
di gurun Pasir tersebut ..
Beruntung persedian baterai di HP masih full sehingga kami
menelpon salah satu teman kami yang amat jauh dari kami. Bayang kan aja kami
tersesat jauh di gurun tersebut. Klau gak salah teman teman kami ngcamp di area
baratnya gunung batok atau arah menuju ke penanjakan. Dan kami berada di
sebelah timur gunung bromo atau lebih dekat dengan bukit Telletubis atau arah
ke Puncak B29..... Cukup Jauh Bukan....???
Setelah kami menghubungi teman kami akhirnya kamipun menuju ke
arah barat atau lebih tepatnya jalan menuju bukit pananjakan.
Dengan bermodalkan senter di hp akhirnya kami menemukan beberapa
teman kami yang sudah sejak siang mendirikan tenda untuk menginap... disitulah
keceriaan dan canda tawa sudah dimulai dan tak lupa Api Unggun sudah dinyalakan
sejak awal karena hawa dingin sudah menyerang rombongan kami.....
Ahad, 30 Juni 2012, jam 02.00... kami sepakat untuk melanjutkan perjalanan kami
yakni ke pananjakan.... dengan bermodal Bismillah dan Bondo nekat kami
berangkat ke pananjakan. Tp alangkah terkejut ketika kami akan berangkat kami
melihat Tulisan sebelum jalan menanjak yang bertuliskan Wajib Menggunakan Perseneleng
Gigi satu dan untuk kendaraan bermotor dianjurkan tidak berboncengan karena
Track yang akan di lewati sangat curam dan menantang....!!!
matahari Terbit di Bukit pananjakan |
Tapi Tulisan tersebut kami lewati dan melangsungkan perjalanan
kami ke tujuan... ternyata benar di papan pengumuman tersebut. Kami harus
melewati beberapa tanjakan yang harus kami lalui. Al hasil banyak kendaraan
yang mogok karena tidak kuat untuk berboncengan... bahkan tidak sedikit dari
beberapa teman saya untuk turun dari motornya dab mendorongnya hingga menemukan
jalan yang tidak begitu menanjak....
Bahkan salah satu motor
teman kami ban sepedanya ada yang bocor. Dengan amat terpaksa sepeda tersebut
tepat di kendarai hingga samapi di tujuan yakni pananjakan.
Tepat pukul. 03.30 kami dan rombongan sudah sampai di lataran
parkiran Penanjakan di butuhkan kurang lebih 100 meter untuk sampai lokasi
penanjakan deangan berjalan kaki
kesempatan dalam kesempitan...... kameramennya mana....! |
Sambil menunggu terbitnya matahari waktu tersebut kami gunakan
untuk istirahat dan bercanda hingga sunrise terbit
Puas melihat sunrise dari atas Penanjakan, kami dan
rombongan turun kembali melalui jalur
yang sama. Saya hanya berani pakai gigi 1, karena curamnya turunan.
Sampai-sampai saya membayangkan kira-kira, ada tifak ya, yang terjungkal atau
meninggal saat menuruni bukit itu? Hiiii…
sereeeem…
Tiba di lautan pasir lagi, saya menyempatkan diri untuk foto fiti
sebelum menuju kawah Bromo. Ternyata, lautan pasir itu dingiiiiiin, lho… Hihi…
Kawah Gunung Bromo |
Ngomong-ngomong… Di samping kawah Bromo, ada sebuah Pura. Tapi
saya tidak berkeinginan untuk mampir atau sekadar mengambil foto di Pura itu.
Pura Bromo tak menarik perhatian saya sama sekali. Fokus saya cuma satu, kawah
gunung Bromo. Dan berencana akan ambil foto di pura tersebut nanti ketika kami
akan pulang
Setalah sampai di tempat parkir kendaraan yang kami gunakan parkir motor di samping kawah. Tarif
parkirnya Rp 5.000. Setelah merasa aman dengan, saya menaiki 1000 tangga yang
mengantar para turis mendekati kawah gunung Bromo. Ternyata jumlah 1000 tangga
itu hanya 239 anak tangga saja tak sampai 1000. Saya iseng menghitung jumlahnya
sambil menunggu giliran berjalan.
nah.... sesampai di kawasan puncak gunung Bromo, kami dan kawan kawan tidak menyia nyiakan kesempatan untuk mensyukuri Lukisan alan yang di ciptakan Ilahi untuk disajikan kepada umat manusia dengan tujuan agar selalu bersyukur mengafumi ciptaannya... Ceramah dikit ..... hehehehehehe............
nah.... sesampai di kawasan puncak gunung Bromo, kami dan kawan kawan tidak menyia nyiakan kesempatan untuk mensyukuri Lukisan alan yang di ciptakan Ilahi untuk disajikan kepada umat manusia dengan tujuan agar selalu bersyukur mengafumi ciptaannya... Ceramah dikit ..... hehehehehehe............
selanjutnya kita mengambil gambar kawan kawan dengan berbagai pose ada yang berpose seperti katak, lumba2 dll Pokkoke narsi sarsis semua dech......
Tak terasa kita udah berjam jam di atas gunung bromo, puas dengan foto2an, kami pun memutuskan untuk turun gunung dengan melewati tangga yang telah kita lewati.
tangga Menuju kawah |
Sebelum Turun Actions Dulu Broooo...... |
setelah berjam jam di kawasan gunung Bromo akhirnya kawan kawan seoakat untuk Pulang je jember karena jam sudah menunjukkan hampir jam 12.00 Siang... mau tidak mau kami harus pulang karena keesokan harinya seabreeeeeeeeeeeeekkkkkk rutinitas telah menunggu kami.....
Bersambung ke XPDC BROMO IV Selanjutnya (Masih Belum ada Judul)