Senin, 13 Oktober 2014

XPDC BROMO III : TERSESAT DI PASIR BERBISIK



Kalo mo jalan-jalan ke Bromo naik motor, saran saya…. Jangan pakai motor matic. Bisa-bisa, motor Anda turun mesin sepulang dari sana. Hihihi…
persiapan Pemberangkatan

Well, sebenarnya sudah lama saya ingin posting pengalaman saya touring ke Bromo ini. Tapi, yaaaaaa… Baru mood sekarang-sekarang ini. Jadi, baca dan simak aja ya… Siapa tahu bisa jadi rujukan kalo mau touring naik motor dari Jember ke Gunung Bromo .
Jujur saja, ini adalah pengalaman ketiga  saya menuju Gunung yang kata orang eksotis itu. Memang benar kata orang orang klo ke bromo gak bakalan Bosan apalagi garing  . saya mendapatkan banyak cara menuju  Gunung Bromo. Salah satu jalur yang juga menjadi anjuran dari teman yang sudah berulang kali kesana adalah lewat Lumajang kemudian menuju Kabupaten Probolinggo  Alasannya karena jalurnya lebih ‘jinak’ dan karena saya berangkat berdua sama si Adi Umar . yang laennya udah berangkat lebih pagi.... Hihihi…
Hmmmm…Let’s start the adventure…!
Sabtu, 29 Juni 2013. Kita berdua berangkat pukul 15.00 Dari rumah, saya mengenakan jaket, masker, dan membawa ransel yang berisi beberapa kaos, sarung tangan, charger, dan sleeping bag. Perbekalan itu, saya rasa cukup untuk menghalau hawa dingin di Bromo. Dengan mengucap basmalah, do’a keluar rumah, do’a naik kendaraan, dan tak lupa motor diisi Full Bensine 
Jalan ke Penanjakan
Perjalanan agak menyesakkan dada; udara yang panas, monoton, dan lalin yang lumayan padat. Pukul 14.00 saya memutuskan untuk beristirahat sambil mencari pelepas dahaga di sebuah minimarket retail di daerah Probolinggo  Memakan makanan ringan, meminum sebotol minuman vitamin, sambil meluruskan kaki, itu yang saya lakukan. Sekira 15 menit kemudian, saya bawa  sepeda perjuangan kembali melaju di jalanan.
Sekitar setengah jam berikutnya, saya menemukan petunjuk jalan ke arah kanan bertuliskan “Wisata Bromo”. Ada perasaan lega bercampur haruecieeeeeee menelisik di dalam dada. Bromoooo.. Finally, I come…
Makan gak makan asal kumpul... kelaparan tengah malam
Jam yang melingkar di tangan saya menunjukkan angka 17.00 saat Sepeda Perjuangan  membelok ke arah itu. Jalanan yang tadinya padat berubah jadi sangat lengang. Jarang sekali kendaraan yang lewat. Merasa sanksi dengan pilihan jalur tersebut, saya berhenti di depan sebuah rumah untuk bertanya apakah jalur yang saya ambil benar-benar menuju ke Gunung Bromo. Dan pria berbadan tambun yang saya temui disana mengatakan, “Iya, benar. Ikuti saja jalan ini.” Mendengar jawaban itu, hati saya lega seketika.
kamipun melaju melanjutkan perjalanan.
Jalan yang kami lewati semakin lama semakin menanjak. Gigi 2 yang saya pakai tidak mampu mengalahkan tajamnya tanjakan. Sesuatu banget saat sepeda perjuangan mulai meraung mbrebet minta ganti persneling. Antara khawatir dan yakin bahwa si Jingga tak mampu menaklukkan tajamnya tanjakan, saya tetap menggeber si Jingga untuk terus berjalan. Mulut ini tak henti berdzikir untuk menenangkan hati yang bimbang.
Suasana Di cemoro lawang
Alam pemandangan pun semakin lama tersaji semakin indah. Kabut yang mulai turun membuat view yang tertangkap oleh mata juga semakin menawan. Saya agak heran dengan ladang yang dibuat penduduk desa. Lereng yang tajam sekali pun bisa ditanami. Otak saya berputar memikirkan bagaimana cara mereka bercocok tanam dengan lahan yang demikian curam? Koq gak gelundung, ya? Hmmm… Entahlah…
Hawa dingin ikut-ikutan semakin menusuk tulang. Jemari saya seakan membeku merasakan suhu udara di sekitar. Tiba di Desa Sukapura, saya ditawari penginapan oleh orang-orang di pinggir jalan. Mereka menawarkan harga sewa kamar semalam sebesar Rp 100.000. Kalau naik lagi, belum tentu dapat penginapan disana. Karena menurut mereka malam ini ramai sekali tamu yang datang.
Ok… Saya terima informasi itu. Tapi saya tak suka ‘berhenti sebelum mencoba.’ Maka saya ajak sepeda perjuangan untuk melaju lebih keatas lagi. Dalam pikiran saya, kalau tak dapat penginapan diatas, saya akan turun sampai Desa terdekat. Apa susahnya..?
Pukul 18.30 an, saya tiba di loket masuk obyek wisata Gunung Bromo. Satu motor dengan satu penumpang plus asuransi, dihargai kalau tidak salah Rp 18.000.
Hawa dingin, perasaan cemas, khawatir, capek, semuanya terbayar saat saya menyaksikan sunset dari atas Bromo. Subhanallaah… Indaaaaaah… Tapi saya lupa mengambil foto karena terlalu kagum dengan keindahan alamnya.
Sunsite mataharinya mau bobok



Tak lama kemudian matahari sudah tak lagi terlihat, tapi saya sedikitpun tak mendengar suara Adzan isyak  disana. Hmmm… Saya ingat bahwa mayoritas penduduknya beragama Hindu. Pantas saja, tak ada musholla apalagi masjid yang mengumandangkan Adzan. Sebab itu juga lah, saya putuskan untuk segera mencari Musholla  agar  segera melaksanakan Sholat. dan musholla tersebut ku temui di Hotel disekitar Cemoro Lawang. 
Nah, saat saya akan beranjak dari tempat saya menyaksikan sunset, saya dihampiri oleh seorang penjual topi yang -maaf- bermata strabismus. Dia menawarkan kamar dengan harga Rp 150.000 kepada saya. Dengan beberapa pertimbangan, saya tidak menghiraukan tawaran tersebut. Karena teman teman kami sudah menunggu berjam jam untuk menunngu kedatangan kami....


Hari sudah mulai gelap gulita tidak ada suara kendaraan yang menyalip maupun yang melewati rute yang kami tempuh Dengan modal nekat kami turun untuk menuju gurun pasir safana yang begitu amat sangad luas... begitu sampai du gurun pasir kami tidak menemukan camp tempat teman teman kami mendirikan tenda  sehingga kami tersesat di gurun Pasir tersebut ..
Beruntung persedian baterai di HP masih full sehingga kami menelpon salah satu teman kami yang amat jauh dari kami. Bayang kan aja kami tersesat jauh di gurun tersebut. Klau gak salah teman teman kami ngcamp di area baratnya gunung batok atau arah menuju ke penanjakan. Dan kami berada di sebelah timur gunung bromo atau lebih dekat dengan bukit Telletubis atau arah ke Puncak B29..... Cukup Jauh Bukan....???
Setelah kami menghubungi teman kami akhirnya kamipun menuju ke arah barat atau lebih tepatnya jalan menuju bukit pananjakan.
Dengan bermodalkan senter di hp akhirnya kami menemukan beberapa teman kami yang sudah sejak siang mendirikan tenda untuk menginap... disitulah keceriaan dan canda tawa sudah dimulai dan tak lupa Api Unggun sudah dinyalakan sejak awal karena hawa dingin sudah menyerang rombongan kami..... 
Ahad, 30 Juni 2012, jam 02.00... kami  sepakat untuk melanjutkan perjalanan kami yakni ke pananjakan.... dengan bermodal Bismillah dan Bondo nekat kami berangkat ke pananjakan. Tp alangkah terkejut ketika kami akan berangkat kami melihat Tulisan sebelum jalan menanjak yang bertuliskan Wajib Menggunakan Perseneleng Gigi satu dan untuk kendaraan bermotor dianjurkan tidak berboncengan karena Track yang akan di lewati sangat curam dan menantang....!!!
matahari Terbit di Bukit pananjakan
Tapi Tulisan tersebut kami lewati dan melangsungkan perjalanan kami ke tujuan... ternyata benar di papan pengumuman tersebut. Kami harus melewati beberapa tanjakan yang harus kami lalui. Al hasil banyak kendaraan yang mogok karena tidak kuat untuk berboncengan... bahkan tidak sedikit dari beberapa teman saya untuk turun dari motornya dab mendorongnya hingga menemukan jalan  yang tidak begitu menanjak....
Bahkan  salah satu motor teman kami ban sepedanya ada yang bocor. Dengan amat terpaksa sepeda tersebut tepat di kendarai hingga samapi di tujuan yakni pananjakan.
Tepat pukul. 03.30 kami dan rombongan sudah sampai di lataran parkiran Penanjakan di butuhkan kurang lebih 100 meter untuk sampai lokasi penanjakan deangan berjalan kaki
kesempatan dalam kesempitan...... kameramennya mana....!
Sambil menunggu terbitnya matahari waktu tersebut kami gunakan untuk istirahat dan bercanda hingga sunrise terbit
Puas melihat sunrise dari atas Penanjakan, kami dan rombongan  turun kembali melalui jalur yang sama. Saya hanya berani pakai gigi 1, karena curamnya turunan. Sampai-sampai saya membayangkan kira-kira, ada tifak ya, yang terjungkal atau meninggal saat menuruni bukit itu? Hiiii… sereeeem…
Tiba di lautan pasir lagi, saya menyempatkan diri untuk foto fiti sebelum menuju kawah Bromo. Ternyata, lautan pasir itu dingiiiiiin, lho… Hihi…
Kawah Gunung Bromo
Ngomong-ngomong… Di samping kawah Bromo, ada sebuah Pura. Tapi saya tidak berkeinginan untuk mampir atau sekadar mengambil foto di Pura itu. Pura Bromo tak menarik perhatian saya sama sekali. Fokus saya cuma satu, kawah gunung Bromo. Dan berencana akan ambil foto di pura tersebut nanti ketika kami akan pulang
Setalah sampai di tempat parkir kendaraan yang kami gunakan  parkir motor di samping kawah. Tarif parkirnya Rp 5.000. Setelah merasa aman dengan, saya menaiki 1000 tangga yang mengantar para turis mendekati kawah gunung Bromo. Ternyata jumlah 1000 tangga itu hanya 239 anak tangga saja tak sampai 1000. Saya iseng menghitung jumlahnya sambil menunggu giliran berjalan. 
nah.... sesampai di kawasan puncak gunung Bromo, kami dan kawan kawan tidak menyia nyiakan kesempatan untuk mensyukuri Lukisan alan yang di ciptakan Ilahi untuk disajikan kepada umat manusia dengan tujuan agar selalu bersyukur mengafumi ciptaannya... Ceramah dikit ..... hehehehehehe............ 


selanjutnya kita mengambil gambar kawan kawan dengan berbagai pose ada yang berpose seperti katak, lumba2 dll Pokkoke narsi sarsis semua dech......  
Tak terasa kita udah berjam jam di atas gunung bromo, puas dengan foto2an, kami pun memutuskan untuk turun gunung dengan melewati tangga yang telah kita lewati. 
tangga Menuju kawah

Sebelum Turun Actions Dulu Broooo......
setelah berjam jam di kawasan gunung Bromo akhirnya kawan kawan seoakat untuk Pulang je jember karena jam sudah menunjukkan hampir jam 12.00 Siang... mau tidak mau kami harus pulang karena keesokan harinya seabreeeeeeeeeeeeekkkkkk rutinitas telah menunggu kami..... 


Bersambung ke XPDC BROMO IV  Selanjutnya (Masih Belum ada Judul)

Senin, 06 Oktober 2014

XPDC BROMO II : MELAWAN BADAI DI GUNUNG BROMO



Catatan Perjalanan Gunung Bromo.
Setelah di Rencanakan dengan Matang di Kampus STAIN Jember, saya dengan hasyim dan Nur Hadi Sepakat untuk memulai perjalanan panjang Yakni Gunung Bromo yang berada dikawasan Probolinggo. Tak banyak bicara dan dengan perancanaan yang mendadadak, saya dan kawan kawan tanpa babibu langsung bergegas untu memulai perjalanan panjang ini.
Maka diputuskan untuk mengggunakan alat transportasi yang murah Meriah yakni Angkutan rakyat yaitu KERETA API...
We are, Iwan Joyo, Baim, Noer Hadi, Afif, Lilik dan Hayim
Perjalalanan kami dimulai dari Mangli Kabupaten Jember Jawatimur. Dengan menaiki kerta api, banyak cerita dalam perjalanan tersebut mulai dari salah satu teman kami yang gak bayar tiket hingga kebingungan Mau BAB ..
Wal Hasil Kami sampai juga di stasiun Probolinggo. Dan disitulah salah satu teman saya Saiful Namanya asli Laweyan Probolinggo Menjemput romobongan kami. Dan kami pun langsung diajak kerumahnya dikawasan tersebut. dandisamput dengan keramahan yang luar biasa dari keluarga kecil itu..
Keesokan harinya tepat pukul 11.00 kami dan rombongan mencari transportasi untuk menuju kawasa Bromo tapi sebelumnya kami sempatkan untuk singgah di kawasan Air terjun Madakaripura. Yang konon tempat pertapaannya PATIH Gajah Mada.
 
Air Terjun MAdakaripura
Setelah mampir di Air Terjun Madakaripura, perjalanan aku lanjutkan menuju ke kawasan wisata Gunung Bromo. Perjalanan dari Air Terjun Madakaripura ke Gunung Bromo memakan waktu sekitar 40 menit dengan kondisi jalanan yang berliku dan menanjak, aku pun sempat turun dari motor karena tak kuat menanjak.

Setelah membayar tiket masuk sebesar Rp 15 ribu perorang ditambah motor Rp 3 ribu, kami menuju ke sebuah tempat khusus di depan hotel (lupa namanya) yang digunakan untuk melihat pemandangan Gunung Bromo dan Gunung Batok serta lautan pasirnya. Di tempat ini juga ada beberapa penjual bakso dan souvenir keliling yang menjajakan barang dagangannya kepada para pengunjung.  
 
Hotel Bromo Permai I (Tempat Kami nginap)
Usai menyantap semangkok bakso sembari menikmati keindahan Gunung Bromo dan Gunung Batoknya yang sungguh menakjubkan, kami berempat mencari penginapan untuk bermalam sebelum pagi-pagi sekali mengejar sunrise di Gunung Bromo. Toleh kanan toleh kiri, akhirnya pandanganku tertuju di sebuah homestay sederhana bernama Homestay Putra Bromo. Setelah negoisasi harga, kamipun beristirahat setelah seharian di jalanan.

Sebelum si pemilik homestay pergi, aku bertanya tentang jalur ke arah Bukit Penanjakan untuk melihat sunrise. Dia pun menawarkan jasa untuk mengantar sekaligus membonceng 2 teman kami ke Bukit Penanjakan esok pagi dengan tarif Rp 100 ribu, kami pun menerima tawarannya karena tidak mungkin motor kami bisa naik kesana dengan berboncengan.

Pukul 03.00 WIB alarm hpku berbunyi, mata masih sangat berat untuk dibuka, namun demi mengejar sunrise di Penanjakan, mau tidak mau kami harus beranjak dari kasur dan bergegas berangkat kesana. Jam 03.30 tepat, kami berlima menuju ke Bukit Penanjakan dengan menggunakan 3 motor.
walau Dingin, tak mematahkan semangad kami

Untuk menuju Penanjakan ataupun Gunung Bromo, kami harus melewati lautan pasir yang saat itu masih berselimut kabut. Dibutuhkan kehati-hatian untuk melewati jalur ini, karena treknya berupa pasir yang tidak cocok dengan roda motor biasa. Dari kejauhan terlihat sorotan lampu jeep yang juga menuju ke Penanjakan. Untuk sewa jeep sendiri harga paling murah sekitar Rp 450 ribu untuk maksimal 6 orang penumpang.

Ternyata benar, jalur menuju Penanjakan ini sangat berliku dengan tanjakan-tanjakan yang sangat curam. Tak sedikit aku melihat motor pengunjung lain yang berhenti di tepi jalan karena tidak kuat menanjak. Pelan tapi pasti akhirnya motor kami sampai juga di tempat parkir di Penanjakan yang sudah penuh dengan barisan jeep dan hardtop yang terparkir. Selain wisatawan lokal, banyak juga turis asing dengan segala macam peralatan kameranya untuk mengabadikan momen sunrise di Penanjakan ini.
Nyantai diluk sambil berpose bareng


Waktu masih menunjukkan pukul 04.15 WIB, kami pun mencari kehangatan di dalam warung dan memesan beberapa minuman hangat seperti kopi dan susu panas. Di Penanjakan ini, banyak terdapat warung-warung makanan dan minuman yang juga menjual barang-barang khas Bromo seperti kaos, kupluk, sarung tangan, dan syal.
Penanjakan

Waktu yang ditunggu sudah tiba. Kami pun bergegas menuju ke spot sunrise di Penanjakan. Kami harus berjalan kaki sejauh sekitar 100 meter untuk menuju ke spot sunrise ini. Spot sunrise ini tempatnya tidak terlalu luas, namun cukup untuk menampung sekitar 100 orang lebih. Disini juga terdapat bangku-bangku panjang yang biasanya digunakan sebagai pijakan kaki para pengunjung untuk melihat sunrise dan deretan pegunungan seperti Gunung Bromo, Batok, dan Semeru

Pagi itu awan sedikit menutupi langit Bromo, sehingga pemandangan sunrise yang ditunggu puluhan manusia di Bukit Penanjakan ini tidak muncul sempurna. Namun semburat jingga di langit tetap menampakkan keindahannya. Selain memburu matahari terbit, pengunjung juga mengabadikan panorama Gunung Bromo, Batok,Semeru (ada gunung lagi tapi gak tau namanya) yang memang sangat indah bila dilihat dari Penanjakan ini.
Pemuda Penakluk Bromo Tengger Semeru

Setelah puas menikmati sunrise di Penanjakan ini dan matahari sudah muncul sempurna, kami berlima menuju ke lokasi selanjutnya yaitu Gunung Bromo itu sendiri. Kami harus melewati lautan pasir lagi untuk menuju ke Gunung Bromo. Sampai di tempat parkir yang letaknya tidak jauh dari pura, pengunjung harus berjalan kaki bila ingin menuju ke kawah Gunung Bromo.

Bila tidak ingin capek, kamu bisa menggunakan jasa tenaga kuda untuk menuju ke tangga Gunung Bromo, tarifnya bervariasi tergantung kemampuan menawar kamu, bisa cuma Rp 15 ribu atau bahkan Rp 50 ribu. Karena kami ingin menikmatinya dengan santai (ngirit), berjalan kaki dengan sedikit mendaki adalah pilihan yang lebih sehat, hehehe.
Tangga Menuju Kawa Bromo

Ternyata cukup ngos-ngosan jalan kaki menuju ke tangga Gunung Bromo ini, belum lagi kami harus naik tangga yang katanya jumlahnya ratusan anak tangga dengan kemiringan yang cukup terjal. Meskipun aku terbiasa mendaki gunung, namun tetap saja aku harus beristirahat di tengah-tengah perjalanan untuk mengatur nafas yang sudah gak berirama.
 
Puncak Gunung Bromo
Kawah Gunung Bromo akhirnya ada di depan mata setelah melewati anak tangga yang cukup melelahkan. Kawah ini selalu mengeluarkan asap putih setiap saat. Di kawah ini setiap tahunnya diadakan upacara Kasodo, yang salah satu ritualnya adalah melemparkan sesajen ke dalam kawah. Sesajen-sesajen tersebut diperebutkan oleh orang-orang yang telah menunggu di bawah. Memang sedikit mengerikan bila melihatnya, orang-orang tersebut tak memakai peralatan keamanan pun saat berada di bawah sana.
Perjalanan yang mengasikkan

Selain kawahnya yang indah, di sini pengunjung biasanya berfoto dengan menggunakan Gunung Batok sebagai latar belakangnya. Banyak orang yang mengira bahwa Gunung Batok ini adalah Gunung Bromo karena bentuknya yang memang layaknya gunung pada umumnya, padahal bukan. Sebenarnya untuk melihat sunrise bisa dilakukan di Gunung Bromo, namun karena letak Bukit Penanjakan lebih tinggi dari Gunung Bromo, membuat para pengunjung lebih memilih Bukit Penanjakan dalam melihat sunrise. Sunrise di Gunung Bromo pun tak kalah indahnya dengan di Penanjakan, jadi mau pilih yang mana???

Rugi rasanya jika dari Bromo tidak dapat Oleh oleh has Bromo. maka kami memutuskan untuk mengadakan Penelitian di daerah Pegunungan Tengger, ya.... kami mengadakan penelitian cara bercocok tanam yang dilakukan oleh penduduk yang mayoritas mengandalkan tani dengan bercocok tanam yakni Kentang, Gubis, dan Bawang Prey tanam tersebut sangat cocok untuk iklim yang dingi seperti Di bromo 
Kegiatan Penelitian
sedikit, kegiatan tersebut menambah wawasan kami tentang sisi lain keindahan di bali Kehidupan Penduduk Tengger. 
jadi Rugi rasanya jika kalian ke Bromo hanya sekedar berwisata saja tanpa mengetahui seluk beluk penduduk Suku Tengger


Bersambung Ke episode Berikut nya ......................