TENDA KERAMAT |
Ini adalah perjalanan pembuka bulan September 2014. Sabtu
13 September 2014 bertepatan dengan
acara Gerak Jalan TajemTra (Tanggul – Jember Tradisional ) saya luangkan untuk
pergi ke Desa Argosari atas ajakan Adhie Umar. Dia pernah menjadi partner
pendakian saya bersama Adhie Oemarr, Chepy, Rugen, kami berenam menunggangi
sepeda motor menuju Desa Argosari. Sekitar pukul 11.00, kami meninggalkan rumah
Kost Adhi Umar Di Jember Kota Saya sudah merasakan perjalanan kali ini bakal
panjang. Jika boleh saya rinci, perjalanan ini melewati beberapa kecamatan di
jember dan Lumajang dan terakhir Senduro, kecamatan yang menaungi Desa
Argosari. Desa paling atas di kecamatan ini. Lebih tinggi daripada Ranu Pani,
desa terakhir di Senduro untuk memulai pendakian ke Gunung Semeru.
Gerbang Masuk Ke Desa Argosari yang disebut2 sebagai negeri diatas awan |
Saya sudah merasakan bakal panjangnya perjalanan kali
ini ketika melihat patok KM di Senduro , bahwa Desa Argosari masih puluhan kilometer lagi melewati jalan
sempit berliku sepanjang Senduro. Terlebih, kami baru pertama kali melewati
jalur ini. Pengalaman pertama meraba-raba jalur membuat perjalanan terasa lama
dan melelahkan.
Petunjuk arah menuju B29 sudah terlihat, dan jalan
terus menanjak. Melalui berbagai sentra penghasil pisang. Jalur semakin
mengasyikkan ketika berada di atas punggungan bukit. Kanan kiri terlihat hijau
dan terbuka. Jalur berkelak-kelok dan sesekali melalui tikungan tajam menanjak.
Setelah hampir 3jam perjalanan, akhirnya kami bersua dengan gapura Desa
Argosari, sebuah desa agropolitan. Selepas gapura, jalan semakin sulit,
menanjak di atas aspal yang rusak. Semakin naik, jalan rusak berbatu berganti
dengan jalan rabat.
Menahan Badai di bukit B29 |
Ketika jalan rabat ini jelang berganti jalan tanah
yang menanjak, saya menyerah. Saya menyarankan untuk menitipkan motor dan
berganti menumpang jasa ojek. Kasihan motor kami. Daripada susah payah, lebih
baik kami realistis dengan pertimbangan efisiensi waktu. Sehingga masih banyak
waktu untuk mendirikan tenda di puncak dan menyaksikan sunset.
Kami menyewa dua tukang ojek untuk bergantian
mengantar kami berempat. Cepy dan 2 lainnya
berangkat duluan. Saya, adhie umar dan regent , karena meminta tukang
ojek tersebut juga menitipkan motor kami ke warga. Dari tempat kami berhenti
untuk berganti transportasi ini, puncak B29 masih sekitar 4 km lagi. Empat
kilometer berupa jalan tanah tak beraturan dan bergelombang yang terus
menanjak. Sekitar 1,5 km setelah pos retribusi (Rp 2.000 sekali masuk),
akhirnya tiba juga di B29. Kami segera membayar ojek sejumlah Rp 30.000 per
orang.
Sore yang bersahabat
Dari sini, pemandangannya sangat indah. Seperti
melihat lautan pasir Gunung Bromo dari sisi yang lain. Biasanya lebih sering
melihat Bromo dan lautan pasirnya dari atas Pananjakan 1. Kami diajak tukang
ojek itu untuk naik ke bukit yang lebih tinggi. Di sana katanya lebih leluasa
menyaksikan pemandangan ke segala penjuru. Benar saja, setelah menapak tanjakan
berundak, kami tiba di sebuah dataran cukup luas yang menyajikan pemandangan
menakjubkan. Kami memutuskan mendirikan tenda di sini. Sebenarnya ada bukit
yang lebih tinggi, namun selain karena masih cukup jauh, kami sudah cukup
lelah.
Semua Orang tau klo gw Di Puncak B29 |
Di puncak bukit ini, terlihat awan putih bergulung di
atas kami serasa dekat. Asap putih juga mengepul lebat dari kawah Gunung Bromo.
Sepertinya hingga besok wisawatan dilarang mendekat ke kawah karena adanya asap
tersebut. Langit masih biru. Tempat ini mengingatkan saya akan puncak Siti
Ingghil di Pegunungan Putri Tidur dan Plawangan Sembalun di Gunung Rinjani.
Sebuah tempat lapang penuh semak-semak dan pepohonan namun berada di posisi
yang tinggi sehingga pemandangan begitu lepas.
Ketika beranjak petang, warna jingga senja sudah
terlihat walau sedikit berpadu dengan mendung. Memutar pandangan sedikit ke
selatan, Gunung Semeru terlihat cantik, lebih tinggi dari semua gunung dan
bukit di sini. Saya menyempatkan membuat foto time-lapse pendek merekam
pergerakan asap dari kawah Bromo dan kabut.
Matahari Mulai meninggi |
Di bawah naungan gemintang
Ketika malam tiba, angin semakin kencang berhembus di
tempat terbuka ini. Suhu semakin dingin. Namun tidak menyurutkan niat saya
merekam malam yang indah ini. Bintang-bintang bertebaran di langit, sangat
melimpah. Saya jadi tidak sabar melihat bintang di langit Ranu Kumbolo dan
Kalimati saat berkesempatan mendaki Semeru lagi nantinya.
Menikmati Lukisan alam |
Malam itu di B29 sangat cerah. Walau di barat daya
sesekali kilat petir berkilau. Saya berharap kilat tersebut tidak mampir ke
tempat kami. Sedikit ke utara, kerlap-kerlip lampu di Cemoro Lawang terlihat
terang. Tower pemancar di Pananjakan 1 juga terlihat
.
Ternyata matahari di bawah telapak tangan qw.... heheheheh |
Oh! Sekelebat terlihat seperti bintang jatuh di barat
daya tadi. saya langsung berdoa dalam hati sepertinya. Ingin rasanya
berlama-lama di luar tenda merekam gerakan bintang. Tapi saya sadar,
keterbatasan baterai kamera dan lensa membuat saya harus mengurungkan niat
tersebut. Daya baterai dan memori saya simpan untuk pemandangan esok pagi
sebelum pulang.
Udara yang semakin dingin membuat kami segera masuk
tenda kembali. Tapi rupanya lagi lagi angin tidak bisa diajak kompromi berkali
kali kami memperbaiki tenda.... tapi tetap saja, malam itu anginnya tambah
kencang, sepertinya angin tersebut mengusirkami agar tidak mendirikan tenda di
salah satu puncak tersebut.
Apa boleh buat, sekitar jam 23.00 kami bergegas untuk imigrasi ketempat
lain.... dan mencari tempat untuk mendirikan tenda... wa
kami bergegas untuk imigrasi ketempat lain.... dan
mencari tempat untuk mendirikan tenda... waL HASIL kami mendirikan tenda
tepatnya bersampingan dengan salah satulokasi yang dikeramatkan oleh Suku
tengger yakni Pura. Setelah berpamitan dalam hati kepada penunggu Pura entah itu
mahluk halus atau mahluk lainnya yang jelas kami pamitan dulu untuk menempati
di sebelahnya.....
Setelah tenda beridiri tegak barulah kami dkk bisa
beristirahat dengan tenang sambil menunggu pagi datang
Setelah ditunggu lima jam akhirnya pagi pun datang
dengan diiringi dengan gumpalan angin serta dingin yang tak tertahankan....
dengan terpaksa kita keluar untuk menikmati matahari keluar dari ufuk timur......
Waktu sudah menunjukan jam 07.00. kita memutuskan
untuk membongkar tenda tenda yang kami dirikan dan berkemas untuk pulang ke
Jember
Pembongkaran Paksa |
sambil menunngu kami berenam berkemas kemas membongkar tenda yang telah kami dirikan semalam. waktu menunjukkan jam 08.00. kami sepertinya kami harus turun, karena esok harinya kami telah ditunggu oleh se abrek rutinitas yang tidak bisa di tinggalkanl
Sebelum Pulang kami foto bareng dulu |
Mantaaaaaapppppp Kita pasti datang Lagi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar